Rabu, 10 November 2010

Makna Ilham dan Wahyu

MAKNA WAHYU

A.      Pengertian Wahyu

Kata wahy dan derivasinya di dalam al-Qur’an disebut sebanyak 78 kali. Kata wahy      (وَحْي) yang dalam bahasa Indonesia disebut “wahyu” merupakan bentuk mashdar yang berasal dari akar kata wâw, hâ’ dan yâ’. Makna awal dari kata wahy adalah “isyarat yang cepat”. Ia bisa berupa ucapan dalam bentuk lambang dan isyarat, atau dalam bentuk suara yang tak tersusun, atau juga berupa isyarat anggota badan. Karena wahy memiliki dua ciri utama, yakni “samar” dan “cepat”, maka secara etimologis kata tersebut kerap diartikan sebagai “pemakluman secara samar, cepat, dan terbatas Secara leksikal, wahyu memiliki makna yang beragam. Yang paling komprehensif dan sempurna dari seluruh makna tersebut adalah perpindahan pengetahuan kepada pikiran orang yang dituju secara cepat dan rahasia sedemikian sehingga tersembunyi dan tidak nampak bagi semua orang.
Ar-Raghib menuliskan, “Wahyu adalah sebuah petunjuk yang sangat cepat. Wahyu terkadang dengan perkataan simbolik, terkadang dalam bentuk suara tanpa susunan, terkadang dengan isyarah sebagian anggota badan, dan terkadang dengan tulisan.
Menurut Ibnu Atsir, “Kata wahyu dalam hadis sering dimaknakan sebagai tulisan, isyarat, risalah, ilham dan bisikan
Dari pemaknaan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa wahyu memiliki enam makna sebagai berikut :

1.         Bisikan
2.         Suara yang tak terdengar
3.         Isyarat
4.         Tulisan
5.          Risalah dan utusan
6.         Ilham.

Syekh Mufid menyatakan, “Makna utama wahyu ialah bisikan, lalu secara mutlak diartikan sebagai sesuatu yang digunakan untuk menjelaskan dan memahamankan sebuah obyek kepada lawan bicara dengan cepat dan tersembunyi

“DAN tidaklah mungkin bagi manusia agar Allah berfirman kepadanya, kecuali dengan wahyu langsung atau dari belakang tabir atau dengan mengirimkan seorang rasul
guna mewahyukan dengan seizin-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya,DiaMaha Luhur, Maha Bijaksana.” QS [Asy-Syûrâ] 42 : 52”

Wahyu menurut etimologi (bahasa) adalah memberitahukan secara sama, atau dapat diartikan juga dengan tulisan, tertulis, utusan, ilham, perintah dan isyarat. Sedangkan menurut terminology (syariat) adalah memberitahukan hukum – hukum syariat, namun terkadang yang dimaksud dengan wahyu adalah sesuatu yang diwahyukan, yaitu kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Adapun pengertian “permulaan turunnya wahyu” adalah segala sesuatu yang berkenaan dengan permulaan turunnya wahyu.
Ada pendapat yang mengatakan, disebutkannya nama nabi Nuh dalam ayat tersebut, menunjukkan bahwa nabi Nuh adalah nabi yang pertama diutus oleh Allah atau nabi pertama yang kaumnya mendapat siksaan, sehingga dengan demikian tidak menyalahi nabi Adam sebagai nabi pertama. Masalah ini akan dibahas secara panjang lebar dalam masalah syafa’at. Sedangkan korelasi ayat ini dengan pembahasan tentang wahyu, adalah menjelaskan bahwa turunnya wahyu kepada nabi Muhammad tidak berbeda dengan cara turunnya wahyu kepada nabi – nabi sebelumnya. Seperti cara turunnya wahyu pertama kali kepada para nabi adalah dengan mimpi, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam kitab Dalail dengan sanad hasan dari Alqamah bin Qais, teman Ibnu Mas’ud, dia berkata, “Sesungguhnya wahyu yang pertama turun kepada para nabi adalah dengan cara mimpi sehingga hati mereka menjadi tenang, setelah itu Allah menurunkan wahyu kepada mereka dalam keadaan sadar.”

WAHYU, menurut Kamus Al-Mufrâdât fî Ghara`ibi`l-Qur`ân, makna aselinya adalah
al-‘Isyaratu`s-sarî’ah. Artinya, isyarat yang cepat yang dimasukkan ke dalam hati
seseorang atau ilqâ’un fi`r-rau`i, maksudnya yang disampaikan dalam hati.

Alquran menyebutkan Allah Taala berbicara kepada para hamba-Nya dengan tiga cara.
Pertama, Dia berfirman secara langsung kepada mereka tanpa perantara.
Kedua, Dia membuat mereka menyaksikan pandangan gaib (kasyaf) dalam keadaan tidur, yang dapat ditakwilkan atau tidak atau kadang-kadang membuat mereka mendengar kata- kata dalam keadaan jaga dan sadar, di waktu itu mereka tidak melihat wujud orang yang berbicara kepada mereka (ilham). Inilah makna kata “dari belakang tabir”.

Ketiga, Tuhan mengutus seorang rasul atau seorang malaikat yang menyampaikan
amanat-Nya. Dalam prakteknya, semua cara Allah Taala bercakap-cakap kepada para
hamba-Nya itu, pada umumnya orang menyebut dengan istilah ‘wahyu’. Dengan wahyu
itu, Dia menampakkan wujud dan keagungan-Nya kepada mereka.

Cara Turunya Wahyu Kepada Rasulullah

    Allah berfirman dalam Al Qur’an,
إِنَّا أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ كَمَا أَوْحَيْنَا إِلَى نُوحٍ وَالنَّبِيِّينَ مِن بَعْدِه ِ
“Sesungguhnya Kami menurunkan wahyu kepadamu (Muhammad) seperti Kami menurunkan wahyu kepada Nabi Nuh dan nabi – nabi setelahnya.” (Qs. An-Nisaa’ (4) : 163)

Imam Bukhari berkata, “Bismillahirrahmaanirrahiim, cara permulaan turunnya wahyu kepada Rasulullah saw.”

Ada pertanyaan yang ditujukan kepada Imam Bukhari tentang tidak dimulainya penulisan kitab ini dengan kalimat hamdalah dan syahadat, sebagai pengamalan dari hadist Nabi saw, “Setiap pekerjaan yang tidak dimulai dengan membaca hamdalah (memuji Allah), maka pekerjaan itu terputus (dari rahmat-Nya).” Pada hadist yang lain disebutkan, “Setiap khutbah yang tidak terdapat di dalamnya syahadat, maka khutbah itu seperti tangan yang terpotong.” Kedua hadist itu diriwayatkan oleh Abu Daud dari Abu Hurairah.

Jawaban pertama, bahwa yang terpenting dalam khutbah adalah memulainya dengan apa yang dimaksudkan. Imam Bukhari telah memulai kitab ini dengan membahas “Permulaan Turunnya Wahyu” dan menjelaskan, bahwa maksud pekerjaan itu harus sesuai dengan niatnya, seakan – akan beliau mengatakan, “Aku memulai pembahasan wahyu yang berasal dari Allah untuk menunjukkan ketulusan pekerjaan dan niatku. Sesungguhnya perbuatan yang dilakukan setiap manusia adalah tergantung niat yang ada dalam hatinya, maka cukuplah kita memahami masalah ini denganmakna yang tersirat.” Cara seperti ini banyak kita temukan dalam metode penulisan kitab – kitab yang lain.

Jawaban kedua, bahwa kedua hadist tersebut bukan hadist yang memenuhi syarat Bukhari, bahkan kedua hadist tersebut masih mendapat kritikan. Kita setuju dengan kedua hadist ini sebagai hujjah, akan tetapi maksud hadist ini bukan berarti harus diucapkan dan ditulis. Mungkin beliau telah mengucapkan hamdalah dan syahadat ketika menulis, sehingga setelah itu beliau hanya cukup menulis basmalah saja, karena maksud ketiga hal tersebut (hamdalah, syahadat dan basmalah) adalah mengingat Allah swt, dan itu cukup dengan mengucapkan basmalah. Sebagaimana ayat Al Qur’an yang pertama turun, اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ “Bacalah dengan nama Allah.” (Qs. Al ‘Alaq (96) : 1) yang berarti, bahwa mengawali suatu perbuatan dengan basmalah telah mewakili hamdalah dan syahadah.

Ilham
Kata ilham berasal dari kata yang berarti menelan. Keika berubah kewazan if’al, yakni alhma yulhimu ilhaman, maka kata ilham bermakna menelan dalam artimenghujamkan ke dalam jiwa

Di dalam Lisanul Arab [4] disebutkan: “Ilham ialah bahwa ALLAH menanamkan di dalam jiwa seseorang sesuatu yang dapat mendorongnya untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu, dan ia termasuk jenis wahyu yang dengannya ALLAH mengkhususkan siapa saja yang dikehendaki-NYA diantara hamba-hamba-NYA.”
Di dalam Syarh Aqidah Nasafiyyah [5] disebutkan: “Ilham adalah menanamkan sesuatu dalam hati secara melimpah.” Sedangkan di dalam At-Ta’rifat [6] dikatakan: “Ilham adalah apa yang ditanamkan di dalam hati dengan cara yang melimpah.” Sementara di dalam An-Nihayah [7] dikatakan : “Ilham ialah bahwa ALLAH meletakkan di dalam jiwa seseorang perintah yang membangkitkannya untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu dan hal itu termasuk jenis wahyu yang dikhususkan oleh ALLAH kepada siapa saja yang dikehendaki-NYA diantara para hamba-NYA.”
Sementara itu dalam bab had-da-tsa ia menyitir sebuah hadits shahih [8]: “Sungguh telah ada pada ummat-ummat terdahulu para muhaddatsun, dan jika ada seseorang dari ummatku, maka ia adalah Umar bin Khattab.” Kemudian ia berkata [9]: “Penafsiran dari hadits ini ialah bahwa mereka itu adalah orang-orang yang diberikan ilham & orang yang diberikan ilham adalah orang yang dalam dirinya diletakkan sesuatu lalu dengannya ia diberi tahu tentang suatu perkiraan atau suatu firasat. Hal ini semacam sesuatu yang dikhususkan oleh ALLAH kepada siapa saja yang dikehendaki-NYA dari para hamba yang dipilih-NYA, misalnya Umar, seolah-olah disampaikan pembicaraan kepada mereka lalu mereka mengatakannya.”
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa: Ilham adalah penyampaian suatu makna, pikiran atau hakikat di dalam jiwa atau hati – terserah mau dinamakan apa saja – secara melimpah. Maksudnya ALLAH SWT menciptakan padanya ilmu dharuri yang ia tidak dapat menolaknya, yaitu bukan dengan cara dipelajari akan tetapi dilimpahkan ke dalam jiwanya bukan karena kemauannya.
Perbedaan ilham dan tahdits menurut Imam Ibnul Qayyim [10] bahwa tahdits sifatnya lebih khusus dari ilham, berdasarkan hadits Bukhari tentang Umar ra di atas, sehingga setiap tahdits adalah ilham tapi tidak setiap ilham adalah tahdits. Seorang mu’min (manusia yang mukallaf) akan diberikan ilham sesuai taraf keimanannya kepada ALLAH SWT, seperti disebutkan dalam ayat-ayat:
وَأَوْحَيْنَا إِلَى أُمِّ مُوسَى أَنْ أَرْضِعِيهِ فَإِذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَأَلْقِيهِ فِي الْيَمِّ وَلَا تَخَافِي وَلَا تَحْزَنِي إِنَّا رَادُّوهُ إِلَيْكِ وَجَاعِلُوهُ مِنَ الْمُرْسَلِينَ


“Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa: Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya, maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil), dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, Karena Sesungguhnya kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul.” (QS Al-Qashshash, 28/7)


وَإِذْ أَوْحَيْتُ إِلَى الْحَوَارِيِّينَ أَنْ آَمِنُوا بِي وَبِرَسُولِي قَالُوا آَمَنَّا وَاشْهَدْ بِأَنَّنَا مُسْلِمُونَ
“Dan (ingatlah), ketika AKU ilhamkan kepada pengikut Isa yang setia: Berimanlah kamu kepada-Ku dan kepada rasul-Ku. Mereka menjawab: Kami telah beriman dan saksikanlah (wahai rasul) bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang patuh (kepada seruanmu)”. (QS Al-Ma’idah, 5/111)

Dan bisa juga diberikan kepada makhluk yang tidak mukallaf, sebagaimana dalam firman-NYA yang lain;
وَأَوْحَى رَبُّكَ إِلَى النَّحْلِ أَنِ اتَّخِذِي مِنَ الْجِبَالِ بُيُوتًا وَمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُونَ



“Dan RABB-mu mewahyukan kepada lebah: Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibuat manusia.” (QS An-Nahl, 16/68)

Persamaan dan perbedaan Wahyu dengan Ilham

Persamaan dan perbedaan Wahyu dengan Ilham

1.         Keduanya sama-sama diterima oleh manusia
2.         .Keduanya sama-sama menimbulkan pemahaman dalam batin
3.         Keduanya sama-sama menimbulkan keyakinan
4.         Keduanya tidak diberikan pada makhluk binatang
5.         Keduanya sama-sama diberikan demi kemaslahatan
6.         Keduanya sama-sama merupakan pemberian Allah SWT

Perbedaan wahyu dengan ilham

1.         wahyu datangnya melalui kehadiran malaikat sedangkan ilham melalui penghunjaman langsung oleh allah kepada yang di kehendakinya
2.     wahyu diterima oleh manusia pilihan allah yang mengemban tugas kenabian atau kerosulan ,sedang ilham dapat di terima oleh siapapun, baik pada waktu pintu kenabian belum tertutup maupun setelahnya
3       wahyu diturunkan dengan tujuan untuk kemaslahatan seluruh umat manusia atau umat tertentu, sedangkan ilham hanya untuk kemaslahatan yang menerimanya dan tidak di bebani kewajiban untuk manyampaikan pada orang lain
4.         wahyu tidak dapat diminta kepada Allah agar di turunkan pada waktu tertentu ,sedangkan ilham menurut sebagian ulama dapat dim inta kepada Allah melalui  cara membersihkan diri dan memprbanyak taqorub pada Allah
5.         wahyu pintunya telah tertutup, bersamaan tugas kenabian yang di emban nabi Muhammad SAW berakhir, sedangkan ilham pintuinya masih terbuka selama masih ada manusia dan berlaku sepanjang masa




,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar